Assalamualaikum Wr.WB.
peringatan hari santri merupakan kegiatan rutin tahunan MI PSM Surodadi sejak ditetapkan melalui kperes oleh Presiden RI. Dengan agenda kegiatan mengikuti surat edaran yang ada. diharapkan dengan kegiatan ini para siswa memahmi dan tahu bahwa santri turut adil besar dalam kemerdekaan Indonesia. selain itu, dengan kegiatan ini para siswa termotifasi atas perjuangan perjuanagn beliau.
AMANAT PROF. DR. KH SAID AQIL SIROJ, MA
PADA PERINGATAN HARI SANTRI TANGGAL 22 OKTOBER 2018
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الحمد لله الصلاة والسلام على سيدنا ومولانا وحبيبنا وشفيعنا محمد رسول الله
وعلى اله وصحابته ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا الى يوم النهضة. أما بعد
Hari ini 4 tahun lalu, Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo menerbitkan keputusan bersejarah. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tanggal 22 Oktober 2015 tentang Hari Santri. Keputusan yang bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriyah itu merupakan bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam perjuangan merebut, mengawal, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Itulah mengapa Keluarga Besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia saat ini mengekspresikan rasa syukur dengan memperingati Hari Santri.
Pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri tidak lepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan Hadlaratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945. Di hadapan konsul-konsul Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura, di Kantor Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama, Jl. Boeboetan VI/2 Soerabaja, Fatwa Resolusi Jihad NU digaungkan Hadlaratus Syeikh dengan pidato yang menggetarkan:
“...Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifayah (jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…).”
Tanpa Resolusi Jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh itu, tidak akan pernah ada peristiwa heroik perlawanan rakyat tanggal 10 November di Surabaya yang kelak dikenal dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Kiprah santri teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila dan bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Tahun 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus Salâm. Pernyataan ini adalah legitimasi fikih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila. Tahun 1945, demi persatuan dan kesatuan bangsa kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tahun 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia Ir. Soekarno sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi. Tahun 1965, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional (mu’âhadah wathaniyyah). Selepas Reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa, —bukan negara agama, bukan negara suku— yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan konstitusi, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.
Untuk menginsyafkan semua pihak dan mengingatkan kita sendiri selaku kaum santri, kenyataan itu perlu diungkapkan: betapa besar saham kaum santri dalam proses berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasâmuh), proporsional (tawâzun), lurus (i’tidâl), dan wajar (iqtishâd), NKRI belum tentu eksis hingga hari ini. Negeri-negeri Muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak poranda karena ekstremisme dan ketiadaan komunitas penyangga aliran Islam wasathiyyah.
Momentum Hari Santri hari ini perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit “nasionalisme bagian dari iman” (حب الوطن من الايمان) perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme. Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan. Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhaan, asketisme dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi, narkoba, LGBT dan hoax yang mengancam masa depan bangsa.
Hari ini santri juga hidup di tengah era digital. Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya aspek manfaat dan mudharat yang sama besar. Internet dapat digunakan untuk menebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga bisa dipakai untuk merusak harga diri dan martabat kemanusiaan dengan ujaran kebencian, fitnah dan hoax. Santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak sejalan dengan upaya untuk menjaga agama (حفظ الدين والعقل), jiwa (حفظ النفس), nalar (حفظ العقل), harta (حفظ المال), keluarga (حفظ النسل), dan martabat (حفظ العرض) seseorang. Kaedah fikih: al-muhâfadhah ala-l qadîmis shâlih wa-l akhdzu bi-l jadîdi-l ashlah senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Singkatnya, santri harus siap mengemban amanat yang sangat berat, namun mulia: yaitu amanah agama dan tanah air. Juga amanah kalimatul haq. Berani mengatakan “iya” terhadap kebenaran walaupun semua orang mengatakan “tidak” dan sanggup menyatakan “tidak” pada kebatilan walaupun semua orang mengatakan “iya”. Itulah karakter dasar santri sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzaab ayat 72 yang bumi, langit dan gunung tidak berani memikulnya.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah amanatkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”
Alhamdulillah, selama ini santri sanggup mengemban amanat ini. Terbukti, walaupun Mbah Hasyim Asy’ari disiksa Jepang untuk hormat ke arah matahari terbit (seikerei), beliau tegas menolak. Kyai Wahid Hasyim hingga Gus Dur juga demikian, selalu menyatakan kalimatul haq, tidak pernah tergiur dengan godaan duniawi apapun.
Untuk itu kaum santri jangan pernah sekali-kali tertipu godaan dunia dan terperdaya syaitan. Berterik lantang seakan-akan berjuang demi agama, demi Allah SWT, demi bangsa, demi negara, untuk menegakkan kalimatul haq. Padahal sejatinya yang dilakukan merupakan bentuk tipu daya kehidupan dunia dan sedang manari di atas gendang syaitan.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Fathiir ayat 5:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.”
Khusus untuk anak-anakku para Santri yang saat ini turut larut dalam kegembiraan perayaan Hari Santri, kalian adalah bagian penting sejarah perubahan bangsa Indonesia mendatang. Nikmati kesederhanaan hidup di Pesantren, meskipun makan dengan lauk seadanya dan sehari-hari mengenakan sarung dan sandal jepit. Sebab, tempaan yang kalian terima di pesantren akan menjadi bagian penting sejarah hidup kalian untuk menjadi pribadi yang mandiri, berempati dan berkarakter. Suatu pribadi yang dibutuhkan dalam penegakan agama, pengelolaan bangsa dan negara
Akhirnya, mewakili santri se-nusantara, saya Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyampaikan terima kasih kepada Presiden Ir. H. Joko Widodo yang sudah menetapkan hari santri sebagai hari nasional. Saya tegaskan, penetapan hari santri bukan intervensi pemerintah terhadap pesantren. Tetapi merupakan bentuk penghargaan kepada santri dan kaum pesantren yang terus menanamkan keluhuran akhlak dan kemandirian sebagai jati dirinya, sehingga membentuk karakter bangsa.
Peringatan Hari Santri tahun 2018 ini juga terasa begitu istimewa. Karena seiring peringatan hari santri tahun ke-empat ini ditetapkan RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai RUU usul inisiatif DPR. Penetapan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini kita nilai sebagai berkah dan karunia agung dari Allah SWT. Nahdlatul Ulama bersyukur dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berjuang melahirkan rancangan undang-undang ini di DPR.
Akhirnya, mari kita berjuang bersama. Agar santri tidak hanya menjadi shoutul haq, melainkan sekaligus menjadi qororul haq (pemegang kebijakan). Selamat Hari Santri 2018. Terima kasih Presiden Jokowi.
شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح
والله الموفق إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, 22 Oktober 2018
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,
Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA.
Ketua Umum
PENDIDIKAN DAN PANDUAN
Senin, 22 Oktober 2018
Jumat, 12 Oktober 2018
KEGIATAN PEMBIASAAN DI SEKOLAH SEBAGAI PENDUKUNG PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan Nasional Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di tuju oleh pendidikan.Begitu juga dengan penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah tujuan yang hendak dicapainya.Hal ini dibuktikan dengan penyelenggaraan pendidikan yang di alami bangsa Indonesia. Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3 yang berbunyi :“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Pendidikan Karakter Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter. Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman. Kegiatan Pembiasaan di Sekolah Pengembangan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan membiasakan perilaku positif tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Hal tersebut juga akan menghasilkan suatu kompetensi. Pengembangan karakter melalui pembiasaan ini dapat dilakukan secara terjadwal atau tidak terjadwal baik di dalam maupun di luar kelas. Kegiatan pembiasaan di sekolah terdiri atas Kegiatan Rutin, Spontan, Terprogram dan Keteladanan. 1. Kegiatan Rutin Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler dan terus menerus di sekolah. Tujuannya untuk membiasakan siswa melakukan sesuatu dengan baik. Kegiatan pembiasaan yang termasuk kegiatan rutin adalah sebagai berikut : a. Berdoa sebelum memulai kegiatan Kegiatan ini bertujuan untuk membiasakan peserta didik berdoa sebelum memulia segala aktifitas. Kegiatan dilaksanakan setiap pagi secara terpusat dari ruang informasi dimana pada setiap pagi dengan petugas yang terjadwal b. Membaca Asmaul Husna Kegiatan ini bertujuan membiasakan peserta didik untuk berdzikir, mengingat nama – nama Allah. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpusat dari ruang insformasi dengan petugas yang terjadwal. c. Hormat Bendera Merah Putih Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan bangga sebagai bangsa pada peserta didik. Bendera Merah Putih telah dipasang di masing – masing kelas dan aba – aba dipimpin oleh petugas yang terjadwal. d. Sholat Dhuha Bersama – sama e. Tadarus Al – Qur’an f. Sholat Dhuhur Berjamaah g. Berdoa di akhir pelajaran h. Infaq Siswa i. Kebersihan Kelas 2. Kegiatan Spontan Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh waktu, tempat dan ruang. Hal ini bertujuan memberikan pendidikan secara spontan, terutama dalam membiasakan bersikap sopan santun, dan sikap terpuji lainnya. Contoh: a. Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman kepada guru, karyawan dan sesama siswa b. Membiasakan bersikap sopan santun c. Membiasakan membuang sampah pada tempatnya d. Membiasakan antre e. Membiasakan menghargai pendapat orang lain f. Membiasakan minta izin masuk/keluar kelas atau ruangan g. Membiasakan menolong atau membantu orang lain h. Membiasakan menyalurkan aspirasi melalui media yang ada di sekolah, seperti Majalah Dinding dan Kotak Curhat BK. i. Membiasakan konsultasi kepada guru pembimbing dan atau guru lain sesuai kebutuhan. 3. Kegiatan Terprogram Kegiatan Terprogram ialah kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kalender pendidikan atau jadwal yang telah ditetapkan. Membiasakan kegiatan ini artinya membiasakan siswa dan personil sekolah aktif dalam melaksanakan kegiatan sekolah sesuai dengan kemampuan dan bidang masing-masing. Contoh : a. Kegiatan Class Meeting b. Kegiatan memperingati hari-hari besar nasional c. Kegiatan Karyawisata d. Kegiatan Lomba Mata Pelajaran, seperti olimpiade matematika, pesona fisika, lomba mading, dll e. Kegiatan Pentas Seni Akhir Tahun (PESAT) f. Kegiatan Kemah Akhir Tahun Pelajaran (KATP) 4. Kegiatan Keteladanan Kegiatan Keteladanan, yaitu kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan contoh (idola) Contoh: a. Membiasakan berpakaian rapi b. Mebiasakan datang tepat waktu c. Membiasakan berbahasa dengan baik d. Membiasakan rajin membaca e. Membiasakan bersikap ramah
Pendidikan Nasional Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di tuju oleh pendidikan.Begitu juga dengan penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah tujuan yang hendak dicapainya.Hal ini dibuktikan dengan penyelenggaraan pendidikan yang di alami bangsa Indonesia. Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3 yang berbunyi :“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Pendidikan Karakter Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter. Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman. Kegiatan Pembiasaan di Sekolah Pengembangan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan membiasakan perilaku positif tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Hal tersebut juga akan menghasilkan suatu kompetensi. Pengembangan karakter melalui pembiasaan ini dapat dilakukan secara terjadwal atau tidak terjadwal baik di dalam maupun di luar kelas. Kegiatan pembiasaan di sekolah terdiri atas Kegiatan Rutin, Spontan, Terprogram dan Keteladanan. 1. Kegiatan Rutin Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler dan terus menerus di sekolah. Tujuannya untuk membiasakan siswa melakukan sesuatu dengan baik. Kegiatan pembiasaan yang termasuk kegiatan rutin adalah sebagai berikut : a. Berdoa sebelum memulai kegiatan Kegiatan ini bertujuan untuk membiasakan peserta didik berdoa sebelum memulia segala aktifitas. Kegiatan dilaksanakan setiap pagi secara terpusat dari ruang informasi dimana pada setiap pagi dengan petugas yang terjadwal b. Membaca Asmaul Husna Kegiatan ini bertujuan membiasakan peserta didik untuk berdzikir, mengingat nama – nama Allah. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpusat dari ruang insformasi dengan petugas yang terjadwal. c. Hormat Bendera Merah Putih Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan bangga sebagai bangsa pada peserta didik. Bendera Merah Putih telah dipasang di masing – masing kelas dan aba – aba dipimpin oleh petugas yang terjadwal. d. Sholat Dhuha Bersama – sama e. Tadarus Al – Qur’an f. Sholat Dhuhur Berjamaah g. Berdoa di akhir pelajaran h. Infaq Siswa i. Kebersihan Kelas 2. Kegiatan Spontan Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh waktu, tempat dan ruang. Hal ini bertujuan memberikan pendidikan secara spontan, terutama dalam membiasakan bersikap sopan santun, dan sikap terpuji lainnya. Contoh: a. Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman kepada guru, karyawan dan sesama siswa b. Membiasakan bersikap sopan santun c. Membiasakan membuang sampah pada tempatnya d. Membiasakan antre e. Membiasakan menghargai pendapat orang lain f. Membiasakan minta izin masuk/keluar kelas atau ruangan g. Membiasakan menolong atau membantu orang lain h. Membiasakan menyalurkan aspirasi melalui media yang ada di sekolah, seperti Majalah Dinding dan Kotak Curhat BK. i. Membiasakan konsultasi kepada guru pembimbing dan atau guru lain sesuai kebutuhan. 3. Kegiatan Terprogram Kegiatan Terprogram ialah kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kalender pendidikan atau jadwal yang telah ditetapkan. Membiasakan kegiatan ini artinya membiasakan siswa dan personil sekolah aktif dalam melaksanakan kegiatan sekolah sesuai dengan kemampuan dan bidang masing-masing. Contoh : a. Kegiatan Class Meeting b. Kegiatan memperingati hari-hari besar nasional c. Kegiatan Karyawisata d. Kegiatan Lomba Mata Pelajaran, seperti olimpiade matematika, pesona fisika, lomba mading, dll e. Kegiatan Pentas Seni Akhir Tahun (PESAT) f. Kegiatan Kemah Akhir Tahun Pelajaran (KATP) 4. Kegiatan Keteladanan Kegiatan Keteladanan, yaitu kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan contoh (idola) Contoh: a. Membiasakan berpakaian rapi b. Mebiasakan datang tepat waktu c. Membiasakan berbahasa dengan baik d. Membiasakan rajin membaca e. Membiasakan bersikap ramah
Jumat, 07 September 2018
PENDATAAN EMIS FORMAT EXEL TP. 2018/2019
PENDATAAN EMIS FORMAT EXEL TP. 2018/2019
Berikut kami sampaikan format pendataan EMIS format EXEL TP. 2018/2019 semoga bisa digunakan dan dikerjakan sebagaimana mestinya untuk mempermudah penyelesaian emisn onlen yang masih dalam tahap persiapan
Untuk MI
form-mi-tp-2018-2019
Sumber
https://spmsleman.wordpress.com/2018/07/12/pendataan-emis-format-exel-tp-2018-2019-paska-ppdb-kantor-kementerian-agama-kabupaten-sleman/
Selasa, 04 September 2018
CARA MENGATASI MC OFFOCE (WORD/EXEL) SELALU MINTAS SAVE ULANG
Kotak dialog 'Simpan Sebagai' muncul dua kali saat Anda mencoba menyimpan berkas di Word 2010 atau di Word 2007
G E J A L A
Saat Anda mengeklik Simpan atau Simpan Sebagai untuk menyimpan berkas di Microsoft Word 2010 atau di Microsoft Office Word 2007, kotak dialog Simpan Sebagai akan muncul dua kali.
P E N Y E B A B
Masalah ini terjadi karena template Normal.dotm rusak.
P E M E C A H A N M A S A L A H
Untuk
menyelesaikan masalah ini, buat berkas Normal.dotm baru dengan terlebih
dahulu mengganti nama berkas yang lama. Untuk melakukannya, ikuti
langkah-langkah berikut ini:
Sumber : https://support.microsoft.com/id-id/help/2637570/the-save-as-dialog-box-appears-two-times-when-you-try-to-save-a-file-i
- Mulai Windows Explorer, ketik %appdata%\Microsoft\Templates di bilah alamat, kemudian tekan Enter.
- Klik kanan Normal.dotm, kemudian klik Ganti nama.
- Ganti nama berkas menjadi Normal.old.dotm.
- Mulai ulang Word. Template Normal.dotm dihasilkan secara otomatis.
- Cobalah untuk menyimpan berkas untuk memeriksa apakah masalah telah selesai.
Sumber : https://support.microsoft.com/id-id/help/2637570/the-save-as-dialog-box-appears-two-times-when-you-try-to-save-a-file-i
Senin, 03 September 2018
BAB III PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM (RELEVANSI SISTEM PEMBELAJARAN TA’LIMUL MUTA’ALIM DENGAN PENDIDIKAN MASA KINI)
BAB III
PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN MASA KINI
A.
Pengertian
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Konsep pembelajaran menururt Corey (1986: 195) adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.[1]
Dimyati dan
Mujiono ( 1999: 297) menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain interaksional, untuk membuat siswa belajar secara
aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar“.[2] PP No. 20 tahun 2003 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar“.[3]
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
antara guru, peserta didik, dan lingkungan belajar, yang terorganisasi dan
terprogram guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Proses pembelajaran atau pengajaran kelas
menurut Dunkin dan Biddle (1974: 38) berada pada empat variabel interaksi yaitu
1.
Variabil Pertanda (presage variables) berupa pendidik
2.
|
3.
Variabel Proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan
pendidik
4.
Variabel Produk (product
variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Dan selanjutnya beliau juga menjelaskan bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu
Komptensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi dan Kompetensi metodologi
pembelajaran.[4]
Empat variabel tersebut selanjutnya akan penulis paparkan dalam
pembahasan Komponen-komponen pembelajaran yang merupakan bagian terpenting dan
harus terpenuhi dalam kegiatan belajar dan mengajar yang didalamnya termasuk
pendidik, peserta didik, dan kegiatan belajar mengajar.
B.
Komponen-komponen Pembelajaran
Belajar dan Mengajar merupakan sebuah sistem yang saling berkaitan, sebagaimana penjelasan diatas. Dan sebagai
suatu sistem tentu saja kegiatan belajar-mengajar mengandung sejumlah komponen
yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat
dan sumber belajar serta evaluasi:
1)
Tujuan
” Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan ”.[5]
Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah
suatu hal yang tidak memiliki kapastian dalam menentukan kearah mana kegiatan
itu akan dibawa. Tujuan dalam pendidikan
dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan perkataan
lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak
didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan
berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Peserta didik adalah
suatu organisme yang hidup senantiasa mengalami perubahan. Perubahan merupakan
pertumbuhan dan perkembangan, baik jasmani maupun rohani secara terus menerus
dalam usaha menyesuaikan dengan lingkungannya. Tujuan dalam kegiatan belajar mengajar
memiliki peranan yang sangat penting, oleh sebab itu dalam kegiatan pembelajaran, kali pertama yang harus disiapkan oleh atau
bagi seorang guru adalah merumuskan tujuan, karena komponen utama yang terlebih
dahulu harus dirumuskan oleh guru dalam
proses belajar mengajar adalah tujuan.[6]
Dalam melaksanakan kurikulum sering terlupakan tidak diketahuinya secara
jelas tujuan yang akan dicapai. Jika keadaan demikian yang terjadi, maka
pendidikan yang dilaksanakan tidak relevan, dengan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai melalui program pegajaran tidak dapat dijalankan secara efektif dan efisien.
Oleh sebab itu seorang guru harus mengetahui secara persis rumusan tujuan
pendidikan yang hendak dicapai.
Tujuan pendidikan dan
pengajaran dapat kita bagi menjadi 4 tingkatan/jenjang sesuai dengan ruang
lingkup dan sasaran yang hendak dicapai oleh tujuan itu, dan empat tujuan
tersebut di jabarkan lagi menjadi 5 jenis tujuan pendidikan atau pembelajaran. Tingkatan
tujuan tersebut adalah: Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional atau
Tujuan Lembaga Pendidikan, Tujuan Kurikuler, Tujuan Mata Pelajaran dan Tujuan Mengajar
dan Belajar.[7]
a)
Tujuan Pendidikan Nasional (Institusional).
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah tujuan umum dari sistem pendidikan Nasional. Tujuan
ini merupakan tujuan jangka panjang dan sangat luas dan menjadi pedoman dari semua kegiatan usaha pendidikan di Negara
kita. Ketentuan tujuan pendidiikan telah ditetapkan dalam sidang MPR RI
no XXV/MPRS/1996 terdapat dalam Bab II Pasal 3 dan Pasal 4 yang berbunyi
sebagai berikut: Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati bedasarkan
ketentuan–ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Undang-undang Dasar 1945 dan
Isi Undang-undang Dasar 1945
Dalam sintem
pendidikan Nasional UU RI No 2 tahu 1989 bab II pasal 4 dijelaskan menyebutkan bahwa:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan Bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha Esa dan berbudi pekerti
luhur memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.[8]
Selanjutnya Peraturan
Pemerintah RI Nompor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengemukakan
tentang tujuan pendidikan pada Bab II Pasal 4 menjelaskan bahwa “Standar Nasional
Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan Nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan Bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat”.[9]
Dari tujuan
pendidikan yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa tujuan itu sangat umum dan hanya
dapat dicapai dalam jangka waktu yang panjang. Dan berdasarkan tujuan-tujuan
pendidikan diatas peserta didik dibimbing dan diarahkan perkembagannya,
sehingga pendidikan itu secara maksimal berguna untuk kehidupan selanjutnya
dalam masyarakat.
b)
Tujuan Institusional/Kelembagaan.
Tujuan institusional adalah tujuan
yang ingin dicapai oleh lembaga atau jenis/tingkatan sekolah. Oleh karena itu
masing-masing lembaga mempunyai tujuan institusional yang dijabarkan dari dan menuju
tujuan umum pendidikan atau ringkasnya adalah tujuan yang hendak dicapai oleh
suatu lembaga pendidikan tertentu. Seterusnya tujuan institusional akan
dijabarkan lagi menjadi tujuan kurikuler.
c)
Tujuan Kurikuler
Tujuan
kurikuler adalah tujuan-tujuan yang pencapaianya dibebankan pada masing-masing
mata pelajaran, jadi tujuan pembelajaran mata pelajaran umum tidak sama dengan
tujuan pembelajaran mata pelajaran Agama. Tujuan-tujuan kurikuler setiap mata
pelajaran akan menggambarkan prilaku kemampuan murid yang masih bersifat umum,
yang diharapkan untuk dapat dicapai oleh mereka setelah menyelesaikan
keseluruhan program pendidikan suatu mata pelajaran pada suatu jenis atau
tingkat sekolah tertentu. Dan tujuan kurikuler ini akan dijabarkan lagi menjadi
tujuan instruksional.
d)
Tujuan Intruksional
Dalam
pengembangan kurikulum dan perencanaan pengajaran, dibedakan antara
tujuan-tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional Khusus (TIK). Tujuan
Intruksional Umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan mempelajari program
atau pelajaran dalam jangka waktu tertentu dan semua tujuan intruksional umum
ini biasanya sudah dicantumkan dalam GBPP atau kurikulum atau yang sering
dikenal dengan istilah Kompetensi Dasar. Sedang Tujuan Intruksional Khusus
tidak dicantumkan dalam GBPP atau kurikulum, melainkan harus dirumuskan
terlebih dahulu oleh guru dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku dan di dalamnya
hanya disebutkan topik atau pokok bahasan yang sifatnya umum.
Dari berbagai
uraian diatas dapat penulis kemukakan bahwa peranan tujuan dalam pendidikan
adalah ;
a)
Mengarahkan dan
membimbing kegiatan Guru dan peserta didik dalam proses pengajaran.
b)
Memberikan motifasi
kepada guru dan peserta didik.
c)
Memberikan pedoman atau
petunjuk kepada guru dalam rangka memilih dan menentukan metode mengajar atau menyediakan
lingkungan belajar bagi peserta didik.
d)
Untuk menentukan atau dalam rangka memilih alat peraga
pendidikan yang akan digunakan untuk menentukan alat evaluasi yang akan
digunakan.[10]
2)
Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut
sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk
tujuan pengajaran (Sudirman.N.K, 1991: 203). Bahan pelajaran menurut Suharsini
Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar
mengajar, karena memang bahan pelajaran
itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu guru
khususnya dan para pengembang kurikulum umumnya tidak boleh lupa dan harus
memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabi berkaitan
dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu
pula. Minat anak didik akan bangkit dan semangat apabila bahan pelajaran yang
diajarkan menarik, apalagi bisa dikemas dalam dunia anak sehingga unsur alami
dalam pembelajaran akan nampak pada diri siswa sebagaimana konsep pembelajaran TANDUR.
”Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu
terkait dengan kebutuhan”.[11]
Dengan
demikian, bahan pelajaran (kurikulum) merupakan komponen yang tidak bisa
diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada
siswa atau anak pada saat proses kegiatan belajar mengajar.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana yang dirumuskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Menjelaskan bahwa :
Madrasah sebagai lembaga
pendidikan formal dan pendidikan umum
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dituntut untuk memenuhi standar
nasional pendidikan tersebut, diantaranya adalah standar isi dengan penjabaran
semua ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kreteria tentang
kompetensi tamatan atau lulusan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[12]
Secara terminologi,
Dakir, 2004: 4 mengatakan bahwa
Kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisi berbagai bahan
ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan
secara sestematik atas norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan[13]
Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa isi atau bahan pembelajaran adalah bagian dari kurikulum yang sudah
ditentukan dan harus disediakan oleh guru sebelum disampaikan kepada anak
didik.
Adapun peran atau fungsi
yang dimilikli adalah:
a)
Suatu sitem pembelajaran
yang digunakan untuk mencapai tujuan ahir pendidikan dan atau pembelajaran.
b)
Instrumen bagi
siswa untuk mendapatkan pengalaman baru.
c)
Sebagai pedoman bagi
guru untuk mengorganisasikan pengalaman belajar siswa dan mengadakan evaluasi
d)
Agar orang tua dapat
berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran anak-anaknya.[14]
3)
Guru/Pendidik.
Guru merupakan jantungnya proses
pendidikan, karena mutu pendidikan suatu sekolah sangat bergantung pada tingkat
profesionalitas atau kompetensi guru.[15] Sebagaimana dijelaskan
dalam PP nomor 20 tahun 2003.
Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pambimbing
belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.[16]
Namun demikian perlu diingat bahwa
bagaimanapun tingginya tingkat profesionalitas guru, sumbanganya terhadap
peningkatan mutu lulusan akan sangat tergantung pada kecakapan kepemimpinan
Kepala Sekolah.
Tugas guru dalam proses belajar mengajar harus bisa menjawab pertanyaan
yaitu: Satu, Apa yang harus dipelajari oleh siswa..? Dua,
Langkah-langkah apa dan sarana apa yang paling memadahi guna ketercapaian
tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan
perubahan-perubahan yang dikehendaki..? dan Ketiga, Bagaimana guru dapat
mengetahui bahwa tujuan pelajaran telah dicapai oleh siswa.?
Dari ketiga pertayaan tersebut, dengan singkat dapat diketahui tugas dan
peran sebagai guru. Tugas dan peran guru
yang dimaksud adalah :
a)
Merencanakan proses
belajar mengajar.
b)
Merencanakan perencanaan
yang telah disiapkan sebelumnya
c)
Mengevaluasi proses
pembelajaran dengan berbagai tehnik
d)
Mengembangkan proses
belajar mengajar berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan
e)
Ukuran pengetahuan.
f)
Inovator dalam artian
guru bertanggung jawab untuk menyebar luaskan gagasan-gagasan baru kepada
siswanya
g)
Sebagai organisator,
pemimpin, pemandu dan fasilitator.
Agar tugas dan peran pendidik bisa berjalan sebagaimana fungsinya,
tentunya pendidik harus memiliki stándar kompetensi sebagai tenaga pendidik,
sebagaimana yang diamantkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Stándar Nasional Pendidikan, yaitu:
Pasal 28 ayat (1)
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Ayat (2) Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional, dan Kompetensi
Social. Ayat (4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat
keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus
yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji
kelayakan dan kesetaraan.[17]
4)
Siswa
Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pembelajaran. Sebagai
salah satu komponen, maka dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah komponen
yang terpenting di antara komponen lainya. Pada dasarnya peserta didik adalah
unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta didik,
sesungguhnya tidak akan terjadi proses pembelajaran, sebabnya ialah karena
peserta didiklah yang sebenarnya membutuhkan pengajaran dan bukan guru, guru
hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada
pada peserta didik, peserta didiklah yang belajar dan peserta didiklah
yang perlu dan membutuhkan bimbingan. Tanpa adanya peserta didik guru tidak
akan mungkin mengajar. Hingga ahirnya peserta didik adalah komponen yang
terpenting dalam proses belajar mengajar.
Peran peserta didik dalam proses belajar mengajar adalah sebagai pusat.
Murid berperan sebagai obyek dan subyek dalam belajar mengajar. Sebagai obyek
karena dijadikan sasaran dan dikenai dalam proses belajar mengajar. Sebagai
subyek karena ia sebagai pelaku dan pengambil keputusan memberi penentuan dalam
mencapai tujuan yang ditentukan.
Dalam kaitanya dengan peserta didik yang membutuhkan bimbingan dan
pengajaran, dalam sebuah konsep dikemukakan bahwa:
Dalam konsep pendidikan
Islam, peserta didik menempati posisi aktif, tidak statis. Ia tidak harus ”anak
kecil”. Setiap muslim sejalan dengan kewajibanya mencari ilmu, dapat
diidentivikasikan sebagai peserta didik. Sepanjang hayatnya, muslim harus
membina diri sehingga mencapai kepribadian sempurna (Muttaqien).[18]
J. Looke berpendapat
bahwa jiwa anak bagaikan tabularasa
sebuah meja lilin yang dapat ditulis dengan apa saja bagaimana keinginan si-pendidik
(dalam hal ini adalah orang tua atau guru). Tidak ada bedanya dengan sehelai
kertas putih yang dapat ditulis dengan tinta berwarna apa saja, merah atau
hitam, dan sebagainya. J.J Rousseaui memandang anak bagai pemilik jiwa yang
bersih dan karena lingkungan ia menjadi kotor.[19]
Hal tersebut senada dengan sebuah hadits yang berkaitan dengan
keadaan anak yang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah) dalam artian
memiliki kompetensi atau potensi yang sama yang berhak menerima bimbingan atau
perubahan. Dalam sebuah hadits disebutkan:
وقا
ل النبي عليه الصلا ة والسلا م كل مولد يولد على الفطرة الاسلام الا ان ابواه
يهودانه وينصرنه ويمجسانه ....الحدبث[20]
Artinya:
Rosululloh SAW bersabda Setiap anak yang dilahirkan lahir dalam keadaan suci (memiliki
potensi) tergantung kedua orang tuanya mau menjadikan Yahudi, Nasroni,
atau Majusi….Al hadits
Dalam konsep
pendidikan Islam, secara tegas diakui bahwa peserta didik memiliki potensi
utama-sebagaimana dimaksudkan dalam hadits diatas yaitu berupa akal (daya
berfikir).
Para filosof Muslim (Miska Muhammad Amin, 1983: 30-31)
membagi akal kedalam dua katagori; akal praktis (‘Amaliyah) dan akal
teoritis (‘Alimah). Akal praktis berfungsi menerima
arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada pada jiwa. Akal
teoritis berfungsi menangkap arti-arti murni, yaitu arti-arti yang
takpernah ada dalam materi, seperti Tuhan, Roh dan Malaikat.[21]
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan, bahwa siswa atau peserta
didik adalah sekelompok jiwa yang membutuhkan atau menerima perubahan atau
bimbingan yang sesuai dengan potensi dan lingkungan perkembangannya. Sebagaimana
dijelaskan dalam PP nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal.
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.[22] Dan UU RI Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa Peserta didik
adalah ”Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.[23]
5)
Metode,
”Attoriqotul Khoirul
Minan Maddah” Metode libih baik dari pada materi, itula kata orang bijak. Oleh sebab
itu metode dikatakan lebih baik dari pada materi. ”Metode adalah suatu cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.[24] Drs. Wahyudi dalam bukunya
menyebutkan bahwa ”Metode merupakan suatu alat atau cara dalam menyampaikan
suatu materi bahan pelajaran yang telah diprogramkan”.[25]
Dalam kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur
manusiawi sebagai suatu proses dalam rangka mancapai tujuan pengajaran adalah
guru.
Guru dengan sadar
berusaha mengatur lingkungan belajarnya agar bergairah bagi anak didikya. Untuk
memenuhi hal tersebut, guru harus faham dan memiliki kamampuan pedagogik yang
didalamnya adalah metode. Metode diperlukan oleh penggunaan yang bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berahir. Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun
metode yang telah dirumuskan dan
dikemukakan oleh para ahli psikologi dan pendidikan[26]
Menurut Sadirman A.M
(1988) adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang
dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang
dapat membangkitkan belajar mengajar.[27]
Fungsi yang kedua adalah sebagai strategi pengajaran. Dalam kegiatan
belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang
sama dan lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga
bermacam-macam. Salah satu untuk memenuhi keunikan peserta didik tersebut
adalah setrategi pengajaran yang tepat. Karena itu dalam kegiatan pembelajaran
menurut Dra Roestiyah, N.K, 1989: 1, seorang guru harus memiliki setrategi agar
anak didik dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang
diharapkan. ”Salah satu langkah untuk memiliki setrategi itu adalah harus
menguasai tehik–tehik penyajian atau biasanya disebut dengan metode mengajar”.[28]
Peran metode yang ketiga adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar mengajar sebagaimana yang
telah penulis jabarkan sebelumnya. Tujaun tidak akan tercapai selama komponen
komponen lainya tidak diperlukan. Salah satunya adalah metode, dengan
memanfaatkan metode secara akurat guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran
dan metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan.
6)
Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunkan dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran. Sebagai salah satu komponen yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai
perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat
sebagai tujuan.
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu
pengajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah,
larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe,
papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, vidio, dan
sebagainya. Dalam istilah lain disebutkan bahwa alat pengajaran ada dua yaitu
alat yang berupa material dan alat non material.
7)
Sumber belajar
”Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat
atau asal untuk belajar seseorang”.[29] Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan
bahan/materi pendukung untuk menambahkan ilmu pengetahuan yang mengandung
hal-hal baru bagi si-pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk
mendapatkan hal-hal yang baru (perubahan).
Dalam mengemukakan sumber-sumber
belajar ini para ahli sepakat bahwa segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai
sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan.
Dalam
hal ini Ny. Dr. Roestiyah, N.K (1989: 53) mengatakan bahwa sumber sumber
belajar itu adalah:
a)
Manusia (dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat)
b)
Buku/ perpustakaan
c)
Mass media (majalah,
surat kabar , radio dan lain-lain)
d)
Dalam lingkungan
e)
Alat pelajaran (buku
pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur sepidol dan lain-lain)
f)
Musium (tempat
penyimpanan benda-benda kuno)
Berbeda
dengan Drs. Udin Saripudin Winatapura, M.A dan Rustana Ardiwinata (1991: 165)
beliau berpendapat bahwa terdapat sekurang–kurangnya ada lima macam sumber
belajar, yaitu:
a)
Manusia
b)
Buku/Perpustakaan
c)
Media Masa
d)
Alam Lingkungan
e)
Media pendidikan
Dalam kaitanya dengan sumber belajar, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19
tahun 2005 pada bab VII Pasa 42 ayat (1) menyebutkan:
Setiap satuan pendidikan
wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, Peralatan pendidikan, Media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.[30]
Perlu diperhatikan agar bahan atau alat pelajaran agar bisa berfungsi
atau berperan penting dalam KBM, seorang guru haruslah bisa mengorganisasikan
sumber atau alat yang akan digunakan sehingga manfaat sumber belajar tersebut
bisa betul-betul dapat membantu guru dan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang di inginkan.
Dalam proses pembelajaran sumber belajar memiliki fungsi atau peranan
yang sangat penting diantaranya adalah.
a) Fungsi edukatif artinya dengan sumber atau alat pelajaran dapat
memberikan pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
b) Fungsi sosial artinya dengan sumber yang digunakan dapat menjalin
hubungan pribadi yang baik antara anak dan guru.
c) Fungsi ekonomi artinya dengan satu sumber yang digunakan dapat dirasakan
oleh semua siswa
d) Fungsi seni (budaya) artinya dengan menggunakan sumber belajar anak
terasa dapat dan bisa mengenal bermacam–macam kebudayaan.
Dari pengelompokan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar memiliki
peran penting dalam pembelajaran sebagai media pelajaran yang digunakan guru
untuk mendemonstrasikan tugas, memperbaiki persepsi siswa yang ahirnya menjadi
sebuah pengalaman bagi siswa, untuk menjelaskan suatu pengertian, untuk
memperoleh umpan balik, meningkatkan perhatian siswa, sebagai motifasi
belajar, dan lain sebagainya yang
kesemuanya memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru dalam pembelajaran yaitu pada saat
penentuan kurikulum.
8)
Evaluasi.
Evaluasi secara umum dapat
diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses orang, objek dan yang lainya)
berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.[31]
Dalam PP nomor 20 tahun
2003 di jelaskan bahwa :
Evaluasi pendidikan
adalah Kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban
penyelenggaraan pendidikan.[32]
Untuk menetapkan apakah tujuan telah tercapai atau belum maka penilaian
harus memainkan fungsi dan peranannya. Dengan kata lain penilaian berperan
sebagai barometer untuk mengukur tercapai atau tidaknya tujuan yang telah
ditetapkan.
Dalam kurikulum berbasis
kompetensi, secara umum penilaian memiliki tujuan untuk mengetahui apakah siswa
telah atau belum menguasai suatu
komponen dasar tertentu, secara lebih spesifik memiliki peran dan tujuan
sebagai berikut;
a)
Untuk mengetahu tingkat
pencapaian kompetensi siswa
b)
Mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa
c)
Mendiaknosis kesulitan
belajar siswa
Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi
guru dan siswa dalam rangka perbaikan.[33]
[1] Dr.
H Syaiful Sagala, 2007, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung,
Alfabeta, hal. 61
[3] Depag RI, 2005. Pedoman
Akselerasi Pendidikan Madrasah Tingkat
Dasar (MI dan MTs), Jakart, hal. 64
[4] Dr.
H Syaiful Sagala, Op. Cit, hal. 62-64
[5] Saiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 44
[6] Nana Syaodih S, 2003, Perencanaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 69
[8] Depdikbud, 1995/1996, Himpunan
Peraturan Tentang Pendidikan Sekolah Dasar, Proyek Satuan Guru SD Daerah
Terpencil, hal. 5
[9] Dapag
RI, 2005, Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Surabaya, hal. 6
[11] Sadirman.A.M, 1988: 81
[12] Depag RI, 2005, Op. Cit, halaman 59
[13] Ibid, hal. 1
[14] Ibid, hal. 5-6
[15] Suderadjat,
2004, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Pembaharuan UU Sisdiknas
2003, 2005, Bandung, CV. Cipta Cekas Grafika, hal.
133
[17] Depag
RI, Op. Cit, halaman 20
[18] Dr.
Jamali Sahrodi, Dkk, 2005, Membedah Nalar Pendidikan Islam” Yogyakarta,
Pustaka Rihlah Group, STAIN Pres, hal. 58
[20] Al Zarnuji, tanpa tahun, Ta’limul Muta’alim, Al Kharomain Cet. 2006. hal 16
[23] Debdikbud, Op. Cit, halaman 4
[25] Wahyudi, 1986, Pengantar Metodologi
Pengajaran, Jakarta,
Purnama Jakarta, hal. 8
[27] Ibid, hal. 83
[29]
Winataputra, M.A dan
Ardiwinata, 1991: 165
[30] Depag,
Kanwil, Op. Cit, halaman. 29
[31] Drs.
H. Ahmad Sabri, M. Pd, , Op. Cit, halaman
138
Langganan:
Postingan (Atom)